Jika kita pergi ke counter handphone (HP) untuk membeli HP, sering kali kita hanya diberi sampel model HP yang kita inginkan. Dengan sampel tersebut, kita bisa mengetahui fasilitas yang tersedia dalam model HP semisal itu. Setelah kita merasa cocok dengan model HP tadi, lalu transaksi jual beli terjadi dan uang pembayaran pun kita serahkan, penjual HP akan mengambilkan HP yang kita inginkan, yang masih tersimpan rapi dalam kotaknya. Sahkah jual beli dengan melihat sampel tanpa melihat benda yang ingin kita beli dan kita bawa pulang?
Jual beli “unmuzah” alias “jual beli dengan sampel” adalah ‘jual beli dengan memperlihatkan suatu barang yang dinilai sudah mewakili barang yang hendak dibeli’, semisal memperlihatkan beras sepenuh telapak tangan kepada pembeli. Jika pembeli sudah merasa cocok, penjual akan mengambil satu kantong beras–dari gudangnya–yang sama dengan jenis beras yang ditunjukkannya tadi kepada pembeli.
Ada dua pendapat ulama mengenai sah atau tidaknya “jual beli dengan sampel” semacam ini.
Para ulama yang bermazhab Hanbali menilai bahwa pendapat kuat menurut Mazhab Hanbali adalah: tidak sahnya jual beli dengan sampel. Pendapat ini juga dinilai sebagai pendapat yang kuat dalam Mazhab Syafi’i.
Alasan mereka, barang yang dibeli tidaklah diketahui secara riil oleh pembeli, sehingga jual beli semacam ini termasuk jual beli gharar. Di antara syarat sah jual beli adalah kondisi riil barang diketahui oleh penjual maupun pembeli. Jika yang mengetahui kondisi barang hanya satu pihak maka ini belum cukup untuk membuat sebuah transaksi jual beli dinyatakan sah. Ketika kondisi barang yang diperjualbelikan tidak diketahui oleh penjual dan pembeli, penjual saja yang mengetahui tetapi pembeli tidak mengetahuinya, atau pembeli saja yang mengetahuinya tetapi penjual tidak mengetahuinya maka transaksi jual beli yang terjadi tidak sah.
Adapun mayoritas ulama Hanafiah dan Malikiah berpendapat bahwa jual beli dengan sampel itu sah. Ini juga merupakan salah satu pendapat ulama Syafi’iah dan salah satu pendapat dalam Mazhab Hanbali.
Pendapat kedua inilah pendapat yang paling kuat dalam masalah ini, dengan alasan sebagai berikut:
1. Hukum asal jual beli adalah mubah, selama tidak terdapat dalil yang mengharamkan suatu transaksi jual beli. Dalam kasus ini, kita tidak menjumpai dalil tegas yang mengharamkan “jual beli dengan sampel”.
2. Jual beli ini tidaklah termasuk jual beli gharar karena kondisi riil barang yang hendak dibeli bisa diketahui dengan sampel, sebagaimana kondisi barang bisa diketahui jika penjual mendeskripsikan barang yang hendak dia jual.
3. Dalam jual beli dengan sampel, pembeli mengetahui barang yang sebaiknya dia beli karena sampel itu menjelaskan keseluruhan kondisi barang yang hendak dibeli. Jadi, tidak tepat jika kita katakan bahwa pembeli tidak mengetahui kondisi barang yang hendak dia beli.
4. Kita sepakat bahwa di antara syarat sah jual beli adalah “kondisi riil barang diketahui oleh penjual dan pembeli”. Cara mengetahui kondisi riil barang itu bisa dengan cara pembeli melihat secara langsung barang yang hendak dia beli atau dengan cara penjual mendeskripsikan kondisi barang yang hendak dia jual kepada pembeli. Dalam kasus ini, sampel barang itu menggantikan fungsi dari deskripsi barang yang seharusnya dilakukan oleh penjual. Bahkan, penggunaan sampel barang itu lebih jelas daripada deskripsi dengan lisan, karena pembeli bisa melihat sendiri barang yang sama persis dengan barang yang hendak dia beli. (Ighatsah Al-Jumu’ bi Tarjihat Ibni Utsaimin fil Buyu’, hlm. 78-80, karya Muhammad bin Ba’sus Al-Umari, terbitan Dar Ibnul Jauzi, Riyadh, cetakan pertama, Ramadhan 1427 H)
Artikel www.PengusahaMuslim.com